Jejak: Makam Kanjengan

Syeh Mutamakkin dan Makam Kuno Kanjengan Kajen Pati
Oleh Ali Romdhoni

***

Beberapa waktu yang lalu, atas kebaikan seorang teman yang warga Desa Kajen Kecamatan Margoyoso Kabupaten Pati, saya diajak melihat dari dekat kolam pemandian di sebelah barat komplek makam tokoh legendaris dari Kajen, Syekh Ahmad Mutamakin. Kolam yang kabarnya ramai oleh para pelaku ritual pada malam-malam di bulan Syura (Muharam) ini sudah ada sejak waktu yang lama. Bahkan diduga seumur dengan masa hidup sang tokoh. 

Konon, dulunya kolam ini adalah segara kecil, atau semacam mata air yang subur. Atas kebijakan dan pertimbangan etis-maslahat, mata air ini dikondisikan (ditutup), sehingga bisa dibuat ritual dan semakin bisa mendatang kebaikan bagi masyarakat sekitar. Hari ini, ritual mandi (kungkum) di bulan Muharam juga mengandung makna mendalam bagi para pelaku yang mempercayainya. Ia semacam simbol bagi laku taubat dan ekspresi membersihkan diri dari noda, baik lahir maupun yang tidak nampak--khilaf kepada sesama dan durhaka kepada Yang Maha Kuasa.

Cerita ini kontan membawa imajinasi saya kepada cerita populer bagi masyarakat di salah satu negara besar dengan penduduk yang padat di Asia. Mayoritas masyarakat di sana juga mengekspresikan pertaubatan dan membersihkan diri dari dosa dengan ritual memandikan diri di sungai yang dipercaya suci. Dalam pemahaman saya, ritual mandi (kungkum) ini sudah ada sejak lama. Saya menduga, ia ada seiring dengan tumbuhnya peradaban manusia di muka bumi.

Kungkum menyimpan ajaran yang dalam bagi kebaikan dan kelestarian manusia di alam raya, terutama berkaitan dengan tugasnya sebagai pewaris bumi yang harus menjaga hubungan harmoni antara dirinya, Sang Pencipta, sesama manusia dan alam di sekitarnya. Untuk bisa memahami pesan-pesan yang terkandung dalam simbol/ritual ini, kita membutuhkan kepekaan dan kelembutan rasa, selain juga kecerdasan sebagai seorang akademik.

Saya juga diajak melihat Situs Kanjengan Kadjen. Di makam tua itu saya bisa melihat dari dekat nisan tua berukir, terbuat dari batu alam. Dalam pengamatan saya, motif nisan di Kanjengan ini ada kemiripan dengan yang berada di Pakuwon, Juwana, Pati dan juga nisa Kanjeng Sorokobot di Desa Prawoto. Saya juga menduga, nisan-nisan di sini seumuran dengan situs Tondonegoro yang berada di kawasan Kota Pati. Menarik, bukan?


Komentar

Postingan Populer