catatan akhir 2007


pelajaran dari 2007

2007 sebentar lagi berakhir. 2008 menunggu di depan hari-hari kita. Banyak sekali peristiwa mengisi detik demi detik kehidupan kita di tahun 2007. Dengan di-iringi senandung irama suka/duka, tidak kerasa lama, kita lewati dan habiskan 2007. Ternyata, sebagian dari waktu kita di 2007, kita isi dengan tanpa kesadaran.

Kita sering melakukan satu aktifitas, tetapi tidak melibatkan pikiran dan hati kita. Hanya tubuh kita yang gerak, pikiran dan jiwa kita berada di ruang yang berbeda. Kita terlena. Kita tersadar, ketika mendapati kalender pribadi kita yang hanya lembar terakhir.

… hei, Natal sudah lewat…

… aduh, kok, udah tanggal 27 Desember, ya…?!

Kita pun bergegas menyiapkan kalender baru. Segera, kalender 2007 kita turunkan. Memang, ada banyak catatan di sana. Ada tanggal yang dilingkari; ada angka yang diberi catatan. Coretan yang berwarna warni.

Ya, 2007, tadinya memang agenda. Tetapi hari ini, dia adalah kenangan, catatan manis/pahit, rumus, dan yang terpenting pelajaran untuk hari depan.

Bisakah, di 2008, hidup kita lebih berkualitas ketimbang di 2007?

* * *

Masih segar dalam ingatan kita, 2007 dipenuhi dengan peristiwa nasional yang mengharu biru. Musibah keganasan alam terjadi hampir di setiap penjuru wilayah Tanah Air kita. Merata. Tidak ada pulau di negeri ini yang menyatakan dirinya aman dari bencana alam. Banjir, tanah longsor, gempa bumi, luapan lumpur panas, gunung meletus, tsunami, kebakaran hutan dan berbagai macam bencana lainnya. Peristiwa bencana terbaru adalah tanah longsor yang terjadi di Tawang Mangu, Jateng hari ini (Rabu, 26/12/2007).

Kemiskinan juga makin jelas terlihat membeit sebagian besar masyarakat kita. Lapangan pekerjaan makin sulit. Kriminalitas semakin sering terjadi, dengan modus operandi yang up to date, bermacam-macam. Namun, para pemimpin di negeri ini seakan tidak mau tahu dengan kondisi yang sebenarnya terjadi menimpa rakyatnya.

Rakyat terlalu putus asa mempercayai janji atasannya. Masyarakat miskin terlalu sering dibohongi, dibodohi. Lalu, apa yang tersisa dari negeri yang subur ini? Kesantunan, kemakmuran, kesuburan tanah, keberagaman budaya, kejujuran, atau apa lagi? Tidak satu pun.

Jangankan membantu mengurus tetangga kita, mengurus diri sendiri kita belum sanggup.

Sementara kita sibuk membodohi saudara kandung kita; sibuk mencuri uang rakyat kita; sibuk mencaci-maki teman kita; sibuk membunuh kawan kita, di tempat nan dekat di situ aja, laut kita digerayangi orang, pulau kita dijual orang; kesenian reog kita, lagu rasa sayange kita, seni musik angklung kita, kerajinan batik kita diakui orang. Kekayaan alam kita disedot habis oleh bangsa lain.

Seketika itu, kita berkacak pinggang: marah, memaki, dan mengatakan kepada seseorang sebagai pencuri, perampok dan pemerkosa. Kita tidak sadar, bahwa kalau pun mereka bangsa lain tidak mengambil, mencuri, merampok, atau bahasa apa pun, toh, kita juga tidak mungkin sanggup dan bisa merawat semua kekayaan yang ada di negeri kita.

Dan sebagai tambahan catatan, Uni Eropa (pada sekitar Maret 2007) bahkan melarang maskapai penerbangan sipil Indonesia melintasi wilayah mereka. Tamparan. Lagi-lagi, jangan sok marah. Lihat diri kita. Introspeksi. Toh, faktanya, system penerbangan kita sangat buruk. Keselamatan penumpang belum menjadi perioritas utama pihak penyedia layanan transportasi.

Sekali lagi, demi tegaknya kedaulatan NKRI, mari kita introspeksi diri. Bersatulah bangsaku, jayalah negeriku.

Subhanakallah, inni kuntu minazh zhalimin. Selamat menyambut Tahun Baru 2008.

Komentar

Postingan Populer