nasional bangkit

Renungan 100 Tahun Kebangkitan Nasional

Tanggal 20 Mei 2008 tepat seratus tahun bangsa Indonesia merayakan Hari Kebangkitan Nasional (HKN). Peringatan HKN ke-100 tahun ini merupakan momentum yang sangat penting bagi bangsa ini. Berbagai elemen masyarakat merefleksikannya dengan aksi dan ritual yang beragam. Tidak ketinggalan pemerintah yang melibatkan hingga puluhan ribu personal untuk menyemarakkan jalannya perayaan.

Puncak dari rangkaian kegiatan peringatan adalah “Pagelaran Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional Indonesia” yang dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 2008 di Stadion Utama Gelora Bung Karno Senayan Jakarta. Acara yang berdurasi dua jam-an ini disiarkan langsung oleh seluruh stasiun televise Indonesia baik local maupun nasional.

Saya bersama istri menyaksikan pagelaran ‘mewah’ ini melalui layer kaca. Ketika presenter menyapa pemirsa petanda dimualinya acara, decak kagum bebaur haru mengguyur seluruh rasa dalam jiwaku. Bagaimana tidak, acara ini hanya digelar 100 tahun sekali dan dalam moment yang penting yang menyangkut perjalanan terjal para leluhur bangsaku, bangsa Indonesia. Setiap suguhan yang tunjukkan kepada audien adalah pagelaran istimewa. Ada pagelaran yang berkategori terbesar seperti pengibaran bendera merah putih terbesar; pagelaran terbanyak seperti pertunjukkan taria-tarian yang berasal dari beberapa daerah di Nusantara; dan bermaca atraksi menarik lainnya.

Namun, saya merasakan ada yang ganjil dalam peringatan penting ini. Acara ini didesain begitu ’wah’, melibatkan banyak pihak hingga berjumlah 30 ribuan, dan tentunya menelan biaya dalam jumlah yang amat besar. Tetapi, jauh dalam hati saya berontak, mengapa ini ditunjukkan kepada jutaan rakyat Indonesia yang sebagian dari mereka menderita kelaparan, miskin, berada dalam kamp-kamp penampungan, gelisah karena kabar akan naiknya harga BBM, dalm berbagai macam penderitaan lainnya.

Saya adalah satu dari jutaan rakyat Indonesia yang menentang bentuk perayaan, apa pun tendensinya, yang dilakukan secara berlebihan dan menghabiskan banyak biaya di tengah penderitaan orang lain. Masih terlalu banyak rakyat bangsa ini yang menderita, sehingga bentuk-bentuk perayaan yang terlalu mewah harus ditunda dulu. Yang terpenting adalah esensi dan refleksi dari tujuan sebuah perayaan. Bukan gemerlap pertunjukkannya. Saya kurang suka dengan kebiasaan ulah para pemimpin negeri ini yang sering membuat acara terlalu mewah, sementara rakyat mereka lupakan. Menurut hemat saya, saat ini bangsa Indonesia masih harus belajar tirakat untuk mencapai kemuliaan yang sejatinya.

Kita semua hanya bisa mengukur dampak peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional, dan menjadikannya pelajaran untuk masa-masa selanjutnya.

Komentar

Postingan Populer