tol & kereta

Bukan Tol Trans-Jawa, Optimalkan Jalur KA

Oleh ALI ROMDHONI

Saya kurang sepakat dengan rencana pembangunan jalan tol 1.000 km di jalur pantai utara (pantura) Jawa atau tol Trans-Jawa. Selain menelan dana banyak, proyek besar yang rencananya dikerjakan PT. Jasa Marga ini akan mengakibatkan banyak penduduk yang harus kehilangan tanah dan tempat tinggal. Sementara rakyat belum tentu ikut menikmati kemaslahatannya, mereka harus merasakan getahnya lebih dulu; kehilangan tanah warisan leluhur satu-satunya, dan berpisah dengan saudara/tetangga.
Mestinya pemerintah memprioritaskan penanganan kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan masalah kemanusiaan lainnya. Bukan pembangunan infrastruktur yang ngoyoworo (terkesan dipaksakan). Kebijakan pemerintah ini seakan menutup mata dari kondisi Indonesia yang sebenarnya. Bencana alam di berbagai tempat, kerusakan sekolah-sekolah yang mengakibatkan para siswa harus belajar di bawah pohon/ rumah penduduk, penyakit demam berdarah, pengangguran, dan terakhir persoalan Papua. Semua masalah itu ditaruh di mana? Kenapa yang digagas yang tidak-tidak?
Lagi pula, setahu saya, kerusakan jalur Pantura Jawa disebabkan minimnya anggaran perbaikan/perawatan jalan, rendahnya kualitas jalan, dan kelebihan beban (Kompas, 31 Maret 2006). Kondisi ini diperparah dengan datangnya musim hujan yang mengakibatkan banjir di sejumlah titik utama jalur Pantura, seperti Cirebon, Pekalongan, Semarang, Rembang, hingga Surabaya. Dengan demikian, pemerintah mestinya melakukan perbaikan dan perawatan jalur Pantura. Bukan membuat tol Trans-Jawa 1.000 km.
Menurut hemat saya, ada solusi lain yang tidak harus "merebut" tanah rakyat. Yaitu mengoptimalkan jalur kereta api (KA) lintas utara Jawa. Dalam sejarahnya, perjalanan KA dari Jakarta ke Surabaya, maupun sebaliknya, sudah lancar sejak tahun 1940, ketika lintasan rel antara Stasiun Semarang Tawang dan Stasiun Semarang Poncol tersambung. Jarak tempuh KA Jakarta-Surabaya lewat lintas utara hanya membutuhkan waktu 9,5-10 jam (Kompas, 1 Februari 2006).
Sayangnya, selama ini perawatan/pengelolaan PT. KA yang melintas di jalur utara Jawa (bahkan semua PT. KA di Indonesia?) terkesan terbengkalai dan asal jalan. Buktinya, akhir-akhir ini terjadi kecelakaan KA yang diakibatkan rusaknya rel dan sarana KA lainnya. Pelayanan/perawatan stasiun juga tidak menunjukkan profesionalitas Biro transportasi. Sebagai contoh stasiun Semarang Tawang, kondisinya sangat memprihatinkan. Bahkan dua bulan yang lalu, stasiun yang dibangun tahun 1911 oleh perusahaan KA swasta, Nederlandsch Indische Spoorweg Maatscappij (NIS) ini terendam banjir.
Dengan mengoptimalkan jalur KA di Jawa, saya kira akan sangat membantu mengurangi kepadatan aktifitas jalur Pantura. Tentu saja perbaikan dan perawatan jalur Pantura yang menjadi urat nadi ekonomi nasional harus dilakukan.

- - - - - - - - - - - -
ALI ROMDHONI
aliromdhoni@yahoo.com

Komentar

Postingan Populer