sopanlah

Sayang Yunior, Hormat Senior

Bangsa Indonesia sudah lama menanti datangnya perubahan. Dan perubahan yang dinantikan itu tidak hanya dalam sektor tertentu tetapi perubahan secara total. Baik itu sosial, politik, terlebih ekonomi. Oleh karena itu dilantiknya presiden baru Indonesia (2004-2009), pasangan Susilo Bambang Yudoyono dan M. Jusuf Kalla pada Rabu (20/10) kemarin, menjadi simbol lahirnya harapan rakyat Indonesia akan perubahan yang dinanti-nantikan itu.
Tentunya harapan bangsa Indonesia itu tidak berlebihan atau mengada-ada. Setidaknya terhitung sejak tahun 1998 sampai sekarang kondisi bangsa ini dirundung krisis ekonomi. Dampak yang timbul adalah anjloknya nilai rupiah. Sejak itu pula bangsa Indonesia melakukan ijtihad untuk mengatasi kondisi yang ada. Hal ini bisa kita tilik kembali apa saja yang sudah dilakukan bangsa Indonesia ditengah-tengah kondisinya yang kacau, saat itu.
Pada bulan Mei 1998 presiden Suharto dipaksa mundur oleh beberapa kalangan karena dinilai gagal mengatasi kondisi ekonomi yang terpuruk. Kemudian MPR mengangkat B. J. Habibi menggantikan Suharto sebagai Presiden RI ke-3. Pada sidang MPR yang digelar pada tanggal --- Laporan Pertanggungjawaban Habibi ditolak. Bulan Mei 1999 berikutnya dilaksanakan Pemilu dan DPR berhasil mengusung Abdurrahman Wahid menduduki Kursi Presiden. Tetapi lagi-lagi Gus Dur dijatuhkan oleh MPR karena dinilai tidak aspiratif dengan Dewan Perwakilan Rakyat. Seperti lakon yang menimpa Suharto dan Habibi, Gus Dur turun dan Megawati yang saat itu menjabat Wakil Presiden naik menggantikan Gus Dur.
Dalam pemilu yang diseleggarakan Megawti secara langsung untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, Megawati gagal memenangi pemilu. Dan seperti yang bisa saksikan sekarang ini. ternyata rakyat beramai-ramai terpesona dengan performance Susilo Bambang Yudoyono saat dia menyampaikan visi dan misinya dalam putaran demi putaran kampanye beberapa waktu yang lalu. Rakyat pun memilih pasangan Susilo Bambang Yudoyono dan M Jusuf Kalla ini untuk memimpin RI ini.
Melelahkan memang mengikuti perjalanan suksesi kepememimpinan bangsa ini. Betapa tidak, presiden jatuh –untuk tidak mengatakan dijatuhkan—dan yang lain terangkat, kemudian jatuh lagi, dan seterusnya. Bila dicermati seperti ada sikap ketidak ikhlasan dalam penyerahterimaan pergantian kepemimpinan. Dan bahkan ini terjadi sejak penyerahan kepemimpinan dari presiden Sukarno ke Suharto. Dan yang baru saja terjadi, dalam penyerahan jabatan kepemimpinan RI Megawati Sukarno Putri sebagai presiden terdahulu dan wakilnya Hamzah Haz tidak berkenan hadir menyerahkan secara langsung dan berjabatan dengan Presiden terpilih pasangan Susilo Bambang Yudoyono dan M. Jusuf Kalla.
Menyayangi Yunior Menghormati Senior
Satu-satunya serahterima jabatan presiden yang bisa membuat kita semua, seluruh bangsa Indonesia, tersenyum mengikutinya, adalah dari mantan Presiden B. J. Habibi ke mantan presiden Gus Dur saat itu. Dua figur ini mampu bersaing secara gentle untuk memperebutkan kursi kepresidenan. Bahkan saat itu Habibi sampai melontarkan kata “ Saya bangga bisa bersaing dengan Gus Dur”. Pemandangan seperti ini ternyata menjadi hal langkan di negeri ini. Yang sering terjadi adalah pergantian kepemimpinan bangsa yang –seperti-- hanya diinginkan sepihak (?). Memang bangsa Indoesia akan merasa lebih lega seandainya dalam pelantikan presiden terpilih kemarin juga dihadiri oleh mantan presiden Megawati dan wakilnya Hamzah Haz.
Terasa ada ajaran luhur yang hilang dari pribadi banga Indonesia, yaitu tentang kemulian dan keluhuran budi seseorang yang tercermin melalui kemauan menyayangi yang lebih muda, dan kesanggupan menghormati pendahulu. Sikap ini berakibat adanya kesinambungan hubungan emosional antara keduanya. Dalam konteks pergantian kepemimpinan bangsa kita, sikap ini dapat menimbulkan rasa kesatuan untuk melanjutkan apa yang sudah dilakukan oleh presiden yang lebih dulu memimpoin negeri ini.
Ada tambahan lagi disini - - -
Namun hal itu tidak mengurangi rasa optimis kita untuk menatap masa depan bangsa ini dengan keyakinan “hari esok akan lebih baik”. Rasa optimis ini akan dikabarkan kepada pasangan presiden dan wakil presiden terpilih, bahwa seluruh rakyat bangsa Indoesia meletakkan harapan besar kepada mereka berdua. Kebijakan-kebijakan yang diambil hendaknya yang populis dan sesuai dengan kepentingan rakyat banyak. Dan sebagai rakyat yang sudah kadung menyerahkan kepercayaan, tentu tidak hanya mau berharap saja, kita akan pekikkan kata “tidak” untuk kebijakkan yang hanya memperhatikan kepentingan sepihak dan mengabaikan amanat rakyat.
Berbeda dengan presiden-presiden sebelumnya, naiknya Yudoyono ke Istana Merdeka berkat lengan-lengan rakyat yang telah mengangkat dia dalam putaran demi putaran pemilu presiden, sampai akhirnya dia berhasil mengalahkan pesaing terberatnya, Megawati. Bukan atas pilihan Dewan Perwakilan Rakyat atau lembaga lain. Kesadaran Yudoyono atas perjalanannya ke Istana sangat mempengaruhi langkah dan kebijakannya dalam mengembalikan kedaulatan dan kemakmuran rakyat.
Sudah seharusnya Yudoyono mendahulukan kepentingan rakyat dari pada kepentingan kelompok koalisinya atau kroni-kroninya, kaarena rakyatlah yang mengusungnya. Namun sekali lagi itu semua kembali kepada pribadi Yudoyono. Apakah amanat rakyat yang sudah diserahkan akan diembannya aatau tidak? Kita tunggu saja.

ALI ROMDHONI

Komentar

Postingan Populer