al bukhari

AMANAT, Edisi 100/ Mei 2004
Menakar Kesahihan Hadis Imam al Bukhari
Oleh ALI ROMDHONI

Terus mengakaji dan dan mengkritisi karya pemikiran, lebih-lebih terhadap hasil pemikiran masa lampau yang cenderung dianggap mapan dan baku, sudah seyogyanya disadari dan dijadikan budaya oleh setiap generasi, apa bila tidak ingin ada generasi yang terjerembab dalam labirin stagnasi pemikiran yang tak berujung. “Teks-teks keagamaan” –seperti karya Imam Syafi’I (150-204 H.)-- bagaimana pun juga merupakan warisan intlektual Islam, yang lahir dan dibentuk dalam bingkai historis dan ideologis masa itu. Karena perputaran waktu, tidak mungkin memahami Islam sebagaimana masa Imam Syafi’i. Dari pertimbangan ini, semangat untuk mendefinisikan Islam secara obyektif harus selalu dikobarkan.
Tetapi apa bila yang dikritisi adalah karya pemikiran tokoh (ulama) yang telah diakui para ulama, bahkan karyanya di klaim sebagai referensi yang mapan dan pokok, lebih ekstrim lagi sebagai kitab paling sahih pasca al Quran, tentu akan mengalami kendala psikologis, seperti rasa rendah diri dan terpesona lebih dulu.
Namun demikian siapa yang tidak sepakat bahwa sehebat apa pun orangnya, kemungkinan khilaf selalu menyerti pribadi manusia. Sehingga mengapresiasi terhadap karya-karya masa lampau, bahkan yang monumental sekalipun, adalah hal yang tidak berlebihan, bahkan suatu yang niscaya.

Artikel seutuhnya ada pada penulis dan tidak ditampilkan demi keamanan data. Mohon maklum (2 Juni 2009)


ALI ROMDHONI
Mahasiswa s2 UIN Jakarta

Komentar

Postingan Populer